Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar Sodium atau natrium dalam serum (baca :darah) lebih rendah dari 135 mEq/L. Meskipun sebagian besar pasien dengan hiponatremia memiliki kadar sodium pada level 125-135 mEq/L dan asimptomatik, hiponatremia yang berat dapat menyebabkan pergerakan cairan akibat perubahan tekanan osmotik dari plasma ke dalam sel-sel otak, yang akanmenyebabkan mual, muntah, sakit kepala dan rasa lemah. Hiponatremia yang memburuk akan menyebabkan kebingungan, refleks yang menurun, kejang bahkan koma.
Pasien-pasien dengan hiponatremia berat dan disertai gejala yang khas,biasanya memiliki kadar sodium darah yang kurang dari 120 mEq/L. Penyebab dari hiponatremia yang berat adalah termasuk intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti Diuretik Hormon yang tidak tepat (inapropriate antidiuretic hormone secretion syndrome). Keracunan air dapat bersifat tidak disengaja, sebagai contoh pada pelari maraton yang meminum air secara berlebihan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, namun tidak disertai penggantian elektrolit (sodium dan klorida) yang turut hilang melalui keringat. Contoh lainnya adalah pada penggunaan obat terlarang MDMA (3,4-methylenedioxymethamphetamine) atau yang lebih populer dengan ekstasi, yang akan menyebabkan hidrasi berlebihan. Selain itu, intoksikasi air dapat juga ditemukn pada pasien-pasien psikiatrik dengan keluhan polidipsia.
Secara umum, hiponatremia paling baik diterapi dengan cara menaikkan secara perlahan kadar sodium darah pasien. Dan sebagian besar para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium darah tersebut tidak boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar sodium darah yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien yang mengalami myelinasi pons ini akan menderita kelumpuhan, sindrom "terkunci" (locked-in syndrome) dan bahkan kematian.
Pasien dengan kadar sodium darah diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala hiponatremia yang berat, haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan saraf yang permanen. Dengan meningkatkan kadar sodium secara cepat, 3-6 mEq/L akan memberikan keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh sehingga keadaan pasien dapat terstabilkan.
Sampai saat ini belum ada studi besar yang terkontrol baik yang khusus mempelajari berbagai macam terapi untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi saat ini berdasar atas berbagai kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli. Berdasar atas informasi yang tersedia, larutan hipertonik mestilah disiap-sediakan bagi individu-individu yang sebelumnya pernah mengalami kejang, koma atau kelainan neurologis fokal lainnya dan juga bagi mereka memiliki kadar sodium darah kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)
Direkomendasikan bagi kelompok pasien-pasien ini, menerima 1,5 mL/kg larutan saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dari satu jam dan juga ditambahkan furosemide dosis kecil (20 mg) secara intravena untuk menjamin diuresis air dan menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan hipertonik tadi. Terapi seperti ini akan meningkatkan kadar sodium darah pada level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus kedua dapat diberikan pada jam berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-gejala neurologis. Kejang dapat juga diterapi secara agresif dengan benzodiazepine.
Meskipun peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat, peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh melampaui 10 - 12 mEq/L. Pemantauan kadar sodium darah ini harus dilakukan secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila kadar sodium serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W sementara dapat menolong.
Pasien-pasien dengan hiponatremia berat dan disertai gejala yang khas,biasanya memiliki kadar sodium darah yang kurang dari 120 mEq/L. Penyebab dari hiponatremia yang berat adalah termasuk intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti Diuretik Hormon yang tidak tepat (inapropriate antidiuretic hormone secretion syndrome). Keracunan air dapat bersifat tidak disengaja, sebagai contoh pada pelari maraton yang meminum air secara berlebihan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, namun tidak disertai penggantian elektrolit (sodium dan klorida) yang turut hilang melalui keringat. Contoh lainnya adalah pada penggunaan obat terlarang MDMA (3,4-methylenedioxymethamphetamine) atau yang lebih populer dengan ekstasi, yang akan menyebabkan hidrasi berlebihan. Selain itu, intoksikasi air dapat juga ditemukn pada pasien-pasien psikiatrik dengan keluhan polidipsia.
Secara umum, hiponatremia paling baik diterapi dengan cara menaikkan secara perlahan kadar sodium darah pasien. Dan sebagian besar para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium darah tersebut tidak boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar sodium darah yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien yang mengalami myelinasi pons ini akan menderita kelumpuhan, sindrom "terkunci" (locked-in syndrome) dan bahkan kematian.
Pasien dengan kadar sodium darah diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala hiponatremia yang berat, haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan saraf yang permanen. Dengan meningkatkan kadar sodium secara cepat, 3-6 mEq/L akan memberikan keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh sehingga keadaan pasien dapat terstabilkan.
Sampai saat ini belum ada studi besar yang terkontrol baik yang khusus mempelajari berbagai macam terapi untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi saat ini berdasar atas berbagai kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli. Berdasar atas informasi yang tersedia, larutan hipertonik mestilah disiap-sediakan bagi individu-individu yang sebelumnya pernah mengalami kejang, koma atau kelainan neurologis fokal lainnya dan juga bagi mereka memiliki kadar sodium darah kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)
Direkomendasikan bagi kelompok pasien-pasien ini, menerima 1,5 mL/kg larutan saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dari satu jam dan juga ditambahkan furosemide dosis kecil (20 mg) secara intravena untuk menjamin diuresis air dan menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan hipertonik tadi. Terapi seperti ini akan meningkatkan kadar sodium darah pada level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus kedua dapat diberikan pada jam berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-gejala neurologis. Kejang dapat juga diterapi secara agresif dengan benzodiazepine.
Meskipun peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat, peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh melampaui 10 - 12 mEq/L. Pemantauan kadar sodium darah ini harus dilakukan secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila kadar sodium serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W sementara dapat menolong.